Oleh : Dwiki Dharmawan/145501873/I.R.E
Malam
hari menjadi waktu yang mengasyikan untuk berkumpul bersama keluarga, teman,
pacar, maupun rekan kerja. Nah, salah satu tempat yang asyik di daerah
Kabupaten Kebumen untuk menghabiskan waktu malam bersama orang terdekat adalah
di Alun-alun Kebumen.
Alun-alun Kebumen yang berada di pusat kota, mudah
dijangkau, terdapat aneka kuliner, & permainan anak menjadi tempat yang
cocok untuk “nongkrong” bareng orang-orang terdekat.
Namun terkadang, ketika kita sedang asyik bercengkrama,
ngobrol, bermain, atau makan jajanan yang tersedia dia alun-alun, kita sedikit
terganggu oleh kedatangan peminta-minta atau yang sering kita sebut pengemis.
Sejauh ini, masih banyak ditemui peminta-minta yang
terlihat “mengganggu” kenyamanan pengunjung yang tengha jajan. Bahkan, beberapa
dari pengemis tidak segan memaksa pengunjug memberi uang koin, sebatang rokok,
maupun makanan atau minuman yang sedang kita nikmati.
“Sangat mengganggu, kalau tidak diberi mereka (pengamen)
suka minta rokok. Ya gimana mau nggak ngasih, wong rokoknya saja sudah terlihat di atas meja,” kata salah seorang
teman saya, Ringgo namanya, yang sedang “menikmati” malam di Alun-alun Kebumen
sambil menyantap es buah Pak Tohir.
Pengemis di sekitar Alun-Alun Kabupaten Kebumen biasanya
tergolong masyarakat kelas bawah yang kegiatan sehari-harinya meminta-minta
uang di tempat umum. Mencari belas kasihan dari banyak orang di tempat tempat umum.
Meminta uang kepada orang-orang yang berada di kelas sosial yang berada di atas
mereka. Pengemis dewasa ini, bukan lagi fenomena sosial dari orang-orang yang kekurangan
akan tetapi sudah menjadi mata pencaharian bagi sebagian orang. Sehingga
mengemis bukanlah pekerjaan yang tabu lagi. Kalau sudah menjadi mata pencaharian,
secara tidak langsung akan terjadi generasi yang terus menerus sebagai
pengemis.
Para
pengunjung di sekitar kawasan Alun-alun Kabupaten Kebumen tentu saja merasa
prihatin mengenai banyaknya pengemis yang “berkeliaran” di sini. Para pengemis
ini seringkali terlihat berpakaian lusuh ketika sore hingga malam hari atau
saat kawasan itu sedang ramai pengunjung, agar mendapat belas kasihan dari para
pengunjung.
Kawasan
Alun-alun Kabupaten Kebumen merupakan tempat yang strategis untuk melakukan
pekerjaan, hal ini dikarenakan Alun-alun kabupaten Kebumen adalah pusat keramaian.
Tidak hanya pada hari libur kawasan ini mengalami keramaian, pada hari-hari
kerja kawasan ini juga ramai pengunjung baik siang maupun malam. Keramaian ini didukung
oleh adanya banyak pedangan kaki lima yang berjualan makanan dan minuman disana
dengan harga yang terjangkau semua kalangan. Tak heran karena keramaian kawasan
tersebut banyak orang yang mengais rejeki disana, seperti penjual mainan
anak-anak, penjual stiker, penjual aksesoris, pengamen, juga pengemis. Sebut
saja namanya Ibu WN, pengemis cacat yang berasal dari daerah pesisir Kebumen. Dia
sudah mengemis di Alun-alun Kabupaten Kebumen selama dua tahun lebih, dan pada
tiga tahun terakhir ini dia mengalami cacat fisik yaitu kelumpuhan pada kakinya.
Tempat mengemis ibu Mawar berada di depan Pendopo Kabupaten Kebumen yang ada di
kawasan Alun-alun kota Probolinggo. Jam kerjanya mulai dari jam 4 sore sampai menjelang
jam 9 malam. Sekitar jam 8 dia akan berkeliling kawasan Alun-alun untuk meminta
uang pada orang-orang yang berada disekitarnya.
Mengemis adalah satu-satunya pekerjaan yang ibu WN lakukan
agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan ketiga orang anaknya yang tergolong
masih anak-anak. Agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut, ibu WN rela
untuk menjual harga dirinya dan “bekerja” sebagai seorang pengemis. Alasan ia
mengemis, selain karena pekerjaan suaminya yang tidak dapat diandalkan
pendapatannya, ia juga terdesak akan kebutuhannya untuk mengobati
penyakit-penyakitnya. Berbeda dengan beberapa pengemis pada umumnya yang mana
kebutuhan dasar mereka adalah untuk sekedar “mengisi perut”, tapi ibu WN
sendiri lebih terdesak untuk mengobati sakit-sakitnya yang selalu kambuh setiap
minggunya. Kebutuhan paling utama yang harus dia penuhi adalah obat. Dia bagaikan
hidup seorang diri, padahal dia memiliki keluarga. Dia sangat berusaha keras
sekali agar tidak merepotkan keluarga dengan penyakit yang di deritanya selaama
ini. Dia ingin mengobati sakitnya ini menggunakan uang yang dia dapat dari
hasil mengemis setiap harinya.
Yang cukup membuat miris, terdapat juga pengemis yang
masih berusia belia atau bisa disebut masih anak anak, walaupun jumlahnya tidak
terlalu banyak. Dan seperti bisa di duga, ada oknum orang dewasa yang
memanfaatkan kepolosan mereka. Dalam pengamatan penulis, biasanya di dekat para
pengemis anak-anak ini terdapat oknum laki -laki dewasa yang menunggui untuk
mengawasi.
Belum ada respon positif dari pemerintah Kabupaten
Kebumen mengenai masalah penanggulagan pengemis di sekitar area Alun-alun
Kabupaten Kebumen ini, walaupun sudah ada dasar hukum yang dapat digunakan
Dinas Ketertiban untuk melakukan penertiban gelandangan dan pengemis yaitu
Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Gelandangan dan Pengemis,
namun penertiban tersebut belum juga terlaksana sampai saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar