Oleh: Salista Kunti Nurmalasari/145501946/Manajemen
I.R.E
Masa remaja adalah masa-masa dimana seseorang sedang berada dalam pencarian
jati diri yang sebenarnya. Seseorang dikatakan remaja jika ia sudah menginjak
usia 17 tahun. Dan dalam usia ini, seseorang mengalami
masa yang dinamakan masa pubertas. Dimana pada masa-masa pubertas biasanya cenderung
mempunyai banyak keinginan untuk mencoba segala sesuatu hal yang baru dalam hidupnya. Karena pada
usia-usia inilah remaja mulai muncul berbagai macam gejolak emosi yang tidak
stabil dan mulai banyak timbul masalah baik dalam
keluarga maupun lingkungan sosialnya yang harus diselesaikan oleh dirinya
sendiri.
Dewasa ini, kenakalan remaja telah
menjadi penyakit yang sangat
memprihatinkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang kompleks
terjadi di berbagai kota di Indonesia. Kenakalan remaja yang tak pernah
terputus dari zaman dahulu sampai sekarang, sambung menyambung dari waktu ke
waktu, dari masa ke masa dari tahun ke tahun dan bahkan dari hari ke hari yang
terjadi semakin menjadi dan semakin rumit. Sejalan dengan arus globalisasi dan
teknologi yang semakin berkembang dan canggih, arus informasi yang semakin
mudah untuk diakses serta gaya hidup modernisasi. Disamping memudahkan dalam
mengetahui berbagai informasi di berbagai media, di sisi lain juga membawa
suatu dampak negatif yang cukup meluas di berbagai lapisan masyarakat. Lebih
parahnya lagi,
berbagai kasus kenakalan remaja
dinyatakan telah meresahkan masyarakat. Bentuk kenakalan remaja sangat banyak, misalnya:
kasus pencurian, geng motor, kasus
asusila seperti free
sex,
pemerkosaan dan
bahkan pembunuhan. Kenakalan
remaja kebanyakan dilakukan oleh mereka yang gagal dalam mengembangkan emosi
jiwanya, baik pada masa remaja ataupun masa kanak-kanaknya. Masa remaja dan
kanak-kanak berlangsung begitu singkat dan cepat, dengan perkembangan fisik,
psikis dan emosi yang begitu cepat. Mereka tidak bisa menahan diri untuk menahan rasa ingin mencoba dalam dirinya terhadap
hal-hal baru yang masuk ke
dalam dirinya yang akhirnya
akan menimbulkan
sikap yang tidak seharusnya mereka
lakukan. Sejatinya,
kenakalan semacam itu normal terjadi pada diri remaja karena pada masa itu
mereka sedang berada dalam masa-masa
transisi: anak menuju dewasa.
Kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan
dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja. Seringkali kenakalan remaja
terjadi karena ada trauma pada masa lalunya, seperti perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan, atau dari lingkungan seperti kondisi ekonomi yang membuatnya mereka
merasa rendah diri. Namun pada kenyataannya orang cenderung langsung
menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukumnya tanpa mengetahui atau mencari
penyebab pelaku kenakalan remaja. Namun kontras dengan
pemikiran tersebut, pada
kenyataan
yang terjadi akhir-akhir ini adalah
kenakalan remaja yang disengaja, yakni dilakukan dengan kesadaran. Miris sekali!
Contoh
kasus kenakalan remaja melakukan “Aborsi”:
Gaya
hidup seks bebas berakibat pada kehamilan tidak dikehendaki yang sering dialami
remaja putri. Karena takut akan sanksi sosial dan lingkungan keluarga, sekolah,
atau masyarakat sekitar, banyak pelajar hamil yang ambil jalan pintas:
menggugurkan kandungannya. Base line survey yang dilakukan oleh BKKBN LDFE UI
(2000), di Indonesia terjadi 2,4 juta kasus aborsi pertahun dan sekitar 21%
(700-800 ribu) dilakukan oleh remaja.
Data yang sama juga disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008.
Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar, sebanyak 62,7% remaja
SMP sudah tidak perawan, dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi (Kompas.com,
14/03/12).
Kenakalan remaja terjadi tidak jauh dari
pengaruh globalisasi, terutama di bidang teknologi, serta westernisasi
(budaya kebarat-baratan). Selain itu, banyak adegan-adegan
pornografi yang ditayangkan dan
dipertontonkan secara bebas di televisi ataupun situs-situs di internet
telah menjadikan
bentuk pendidikan nilai-nilai yang tidak sepantasnya dilakukan terhadap remaja.
Mereka yang seharusnya
diberikan asupan gizi yang baik, mendidik dan bermoral semisal berupa tontonan
yang mendidik yang mencerminkan
nasionalisme anak bangsa dan membangun karakter remaja yang baik kini telah
diracuni dengan berbagai adegan-adegan
berpacaran bahkan bentuk kegiatan seksual yang tidak layak untuk dipertontonkan
secara bebas. Didikan semacam itu ternyata sangat ampuh untuk membangun sebuah karakter setiap anak ataupun remaja.
Mengatasi
kenakalan remaja, berarti harus menata kembali emosi remaja yang sudah trauma dengan
masa lalunya. Trauma-trauma dalam hidupnya harus segera diselesaikan dan mereka
harus berada pada lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya.
Pertanyaannya: tugas siapa itu semua? Orangtua kah? Sedangakan mereka terlalu
sibuk dan pusing dengan pekerjaannya dan beban hidup lainnya. Pemerintah kah?
atau siapa? Sulit untuk menjawabnya. Tetapi memberikan lingkungan yang baik
sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik,
membantu mengurangi kenakalan remaja. Menanggapi permasalahan tersebut, harus ada
penanganan khusus, lebih serius
dan berkesinambungan oleh berbagai elemen masyarakat. Pertama oleh
keluarga atau orangtua, orangtua harus bisa mengembangkan karakter anak dengan membangun jiwa anak dengan sifat-sifat yang penuh
nilai-nilai kebaikan dan
kepemimpinan. Peran
keluarga sangatlah penting dalam mendidik anak sejak dini. Oleh karena itu orangtua harus dapat
menjadi sang teladan atau
contoh yang baik untuk anak-anaknya. Orangtua pun harus memiliki sifat yang
baik pula yang dapat dijadikan teladan oleh anak. Karena ada sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Yang
artinya, sifat atau kelakuan seorang anak tidak jauh berbeda dengan sifat atau
kelakuan dari orangtuanya. Kedua dari
pihak institusi seperti sekolah, sekolah yang kini
ibaratnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak harus mampu menciptakan budaya sekolah yang relevan dengan
perkembangan psikis remaja: dengan pembentukan karakter yang positif. Misalnya, pendidikan anti kekerasan,
menghindarkan murid pada budaya mencontek yang juga merupakan salah satu bentuk
kenakalan remaja bertaraf ringan. Disamping
itu kita juga memberikan hadiah atau penghargaan terhadap
prestasi siswa sangat diperlukan untuk menumbuhkan etos juang, semisal ucapan
terima kasih atau pemberian pujian, serta bentuk pembelajaran tanggung jawab
semisal minta maaf baik oleh siswa maupun guru apabila melakukan suatu
kesalahan. Selain
itu, pendidikan etika ataupun
moral harus tetap diupayakan secara teoritis. Pendidikan pancasila, kewarganegaraan dan agama yang memuat
nilai-nilai moral saat ini terkesan mulai ditinggalkan karena banyak siswa lebih tertarik untuk
mempelajari dan mengembangkan ilmu-ilmu eksak ataupun sosial. Inilah tugas guru
atau institusi yang bersangkutan untuk
menjadikan mata pelajaran tersebut agar
menarik
lagi di mata siswa dan dapat dijadikan ramuan jiwa yang mujarab dalam
pembentukan karakter remaja
Indonesia. Terakhir,
bersama semua pihak termasuk pemerintah dalam hal penanganan kenakalan remaja
dan berbagai kebijakannya.
Semoga kenakalan remaja tidak semakin
menjadi, cukup menjadi kenakalan yang normal pada diri remaja dalam ‘menikmati’
masa remajanya.
Semoga remaja Indonesia tumbuh menjadi remaja yang kelak mampu mempersembahkan
kejayaan dengan karakter yang baik sehingga dapat mengangkat nama Indonesia dengan penerus-penerus bangsa yang
lebih baik.
Penulis :
Salista
Kunti Nurmalasari
Mahasiswi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Putra Bangsa
0 komentar:
Posting Komentar